WAHANA INFOTA, MAKASSAR — Beta talasemia mayor adalah kelainan genetik yang tetap menjadi salah satu masalah kesehatan global hingga saat ini. Menurut data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2020, lebih dari 54 juta orang di seluruh dunia menderita beta talasemia mayor, dan jumlah ini meningkat menjadi 156,76 juta pada tahun 2021, yang mengakibatkan kematian 50.000 hingga 100.000 anak setiap tahunnya.
Hingga saat ini, belum ditemukan obat atau terapi yang dapat menyembuhkan beta talasemia mayor (ß-TM), sehingga transfusi darah menjadi standar emas dalam pengobatan pasien β-TM. Namun, darah yang ditransfusikan mengandung zat besi yang sebagian besar tidak dapat diekskresikan oleh tubuh. Hal ini menyebabkan penumpukan zat besi (iron overload), yang pada gilirannya mendorong pembentukan reactive oxygen species (ROS) yang terakumulasi pada organ-organ vital, seperti jantung dan hati. Akumulasi dalam jumlah besar ini dapat menyebabkan komplikasi serius hingga kematian.
Untuk mencegah penumpukan zat besi, diperlukan terapi menggunakan iron chelator, salah satunya adalah deferiprone. Namun, deferiprone yang diberikan secara oral cepat termetabolisme di hati dan memiliki waktu paruh yang singkat. Akibatnya, frekuensi pemberian deferiprone meningkat, serta menimbulkan efek samping terkait masalah gastrointestinal, agranulositosis, dan neutropenia.
Berdasarkan permasalahan tersebut, mahasiswa Program Studi Farmasi Universitas Hasanuddin bersama tim yang terdiri dari Sitti Nur Khadijah Maharani (Farmasi), Muh. Taufik Hidayat (Farmasi), Indianty Dwi Ramadhany (Farmasi), Nur Izzah Khairani (Farmasi), dan Nur Annisa Rahman (Kedokteran) melakukan riset untuk mengembangkan inovasi penghantaran Deferiprone dengan mengkombinasikan sistem Iron-responsive Nanopartikel dan Dissolving Microneedle. Riset ini juga merupakan bagian dari penelitian yang dikompetisikan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) tahun 2024 dan telah berlangsung sejak 20 April 2024-sekarang di Laboratorium Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin.
Penelitian yang dilakukan oleh tim ini mengkaji polimer ferrosena yang responsif terhadap kadar besi dalam darah. Polimer ini akan mengenkapsulasi deferiprone sehingga pelepasan deferiprone dalam darah dapat dikontrol. Selain itu, polimer ferrosena dibuat dalam bentuk kopolimer menggunakan bahan polietilen glikol dan polikaprolakton untuk meningkatkan sifat biodegradable dari ferrosena.
Salah seorang anggota tim, Sitti Nur Khadijah, mengatakan bahwa pengembangan deferiprone dengan polimer ini akan meningkatkan efektivitas obat tersebut. Polimer yang diformulasikan dalam bentuk nanopartikel mampu meningkatkan permeasi obat. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa formula nanopartikel tersebut akan diintegrasikan ke dalam sediaan dissolving microneedle.
Dissolving microneedle adalah salah satu sistem penghantaran transdermal yang dilengkapi dengan jarum-jarum mikroskopis sehingga ketika diaplikasikan pada kulit, tidak akan menyebabkan rasa sakit. Sistem penghantaran ini memiliki banyak keunggulan, termasuk polimernya yang biodegradable dan biocompatible serta bioavailabilitasnya yang optimal.
Indianty Dwi Ramadhany, anggota tim PKM Riset Eksakta, mengungkapkan bahwa tim telah melakukan formulasi dan uji ukuran partikel, pemuatan obat, efisiensi penjerapan, serta pelepasan secara in vitro pada nanopartikel yang responsif terhadap besi. Selain itu, mereka juga telah melakukan uji kekuatan mekanik, penetrasi, waktu melarut, dan permeasi secara. ex vivo.
“Kami masih dalam proses uji in vivo. Kami menginduksi besi pada hewan coba untuk membuat model penumpukan zat besi pada hewan. Ini menjadi tantangan kami karena kurangnya referensi terkait induksi penumpukan zat besi pada hewan coba,” ujarnya.
Sejauh ini, tim riset belum melakukan uji coba langsung pada manusia karena masih dalam tahap pengembangan di laboratorium. Diperlukan beberapa uji lanjutan dan uji keamanan sebelum dapat digunakan secara massal.Perjalanan tim untuk melakukan riset tersebut tentunya tidak mudah, utamanya riset dilaksanakan ditengah-tengah jadwal perkuliahan yang padat. Segala bentuk keterbatasan dan kekurangan yang ada menjadi tantangan bagi tim untuk melaksanakan riset.
“Rasanya tuh kayak, boleh nggak sih sekalian nginap aja di laboratorium? Pulang dari kampus tuh, pasti udah nggak lihat matahari,” tutur Sitti Nur Khadijah.
Terlepas dari itu, tim PKM-RE ini merasa terbantu oleh dukungan Fakultas Farmasi yang memfasilitasi dalam riset ini. Tim ini berharap agar risetnyanya dapat dilanjutkan ke depannya dan diharapkan dapat menjadi inovasi penghantaran obat guna meningkatkan efektivitas deferiprone untuk mencegah defisiensi dan iron overload pada penderita ß-talasemia Mayor. (**)
Leave a Reply